Dua bangunan megah yang saling berhadapan di tengah ibu kota Jakarta, bangunan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang kita kenal dengan bangunan Mesjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Mesjid Istiqlal, dengan kemegahan arsitekturnya, merupakan salah satu Mesjid utama bagi komunitas Muslim di Indonesia. Meskipun begitu, tak jauh dari sana, Gereja Katedral di Jakarta memiliki cerita yang tak kalah menarik dalam sejarah ibu kota. Sejarah singkat gereja Katedral yang sangat kaya dan begitu melekat dalam hati umat Kristiani di Indonesia, merupakan sebuah ikon yang menggambarkan keberagaman antar umat di Tanah air. Sehingga bangunan megah ini telah di resmikan menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang terbuka untuk umum.
Dalam artikel ini saya akan mengajak Anda untuk menjelajahi sejarah singkat gereja Katedral dari arsitektur bangunan yang memukau bagi siapa saja yang memandanginya. Tak hanya itu, perjalanan penuh makna dari Gereja Katedral Jakarta hingga saat ini menjadi ikonik cagar budaya Kristiani yang terkenal.
Simak artikel berikut ini untuk menjelajahi cerita berkat yang luar biasa mengenai Gereja Katedral.
Table of Contents
Sejarah Singkat Gereja Katedral Jakarta
Sejarah singkat Gereja Katedral penting untuk di ketahui masyarakat. Terlebih, bangunan megah yang beralamat di Jln. Katedral No 7, Jakarta Pusat ini merupakan bangunan yang patut untuk di kunjungi selain sebagai tempat ibadah Umat Kristiani, bangunan megah ini juga masuk dalam cagar budaya di Indonesia.
Tahun 1807 – 1826
Dalam sejarahnya, sebelum di resmikan oleh pemerintahan Indonesia sebagai cagar budaya, Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor Nelissen sebagai pemimpin prefek apostik Hindia Belanda pada 1807, Tahun ini merupakan peristiwa negara Indonesia yang masih dalam penjajahan Belanda.
Prosfek Apostik adalah suatu wilayah Gereja Katolik yang bernaung langsung di bawah pimpinan Gereja Katolik di Roma, dari pengangkatan tersebut di mulailah penyebaran misi dan pembangunan Gereja Katolik di kawasan Nusantara, terutama di Jakarta.
Pada tahun 1808 Pastor Nelisen dan Pastor Prinsen yang merupakan dua imam Gereja dari Belanda mendatangi Jakarta dan bertemu dengan Dr F.C.H Assmuss yang berpangkat sebagai kepala dinas kesehatan pada waktu itu, pertemuan ini menyangkut tentang pengadaan acara misa yang diadakan secara sederhana dengan tempat yang kurang memadai, acara misa tersebar berhasil mengumpulkan sebagian besar adalah tentara dan para penjabat masa itu.
Seiring perkembangan keagamaan Kristiani di Indonesia, perayaan misa kudus sering kali dilakukan di lokasi bangunan gereja sementara (yang saat ini menjadi parkir Mesjid Istiqlal). Selama 2 tahun praktik misa kudus keagamaan berkembang, Pastor Nelisan merasa pentingnya sebuah rumah ibadah yang digunakan untuk mengumpulkan umat tersebut harus di renovasi.
Pada tahun 1810 Postur Nelissen berhasil mengumpulkan sumbangan dari Gubernur-Jenderal Messter Herman Daendels yang merupakan politikus dan jenderal Belanda.
Bangunan tersebut menjadi Gereja Katolik pertama di Batavia yang diresmikan dengan berkat suci, dan sebagai pelindungnya, Santo Ludovikus dipilih untuk menjaganya. Meskipun bangunan tersebut mungkin tidak memiliki keindahan yang mencolok, namun keagungan bangunannya terpancar dari strukturnya yang terbuat dari batu dan mampu menampung hingga 200 jemaat dengan kokohnya.
Tahun 1827 – 1890
Namun bangunan Gereja Katolik tersebut tidak berdiri lama, pada tahun 1826 terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan banyak bangunan di kawasan senen. Rumah pastorat yang tidak jauh dari sana terbakar hangus, namun bangunan Gereja hanya mengalami kerusakan di beberapa titik tertentu. Pasca kebakaran, bangunan tersebut tidak di lakukan renovasi, karena tanah tersebut bukan milik Gereja Katolik.
Setelah kejadian tersebut umat Kristiani melakukan ibadah dengan tempat yang seadanya. Melihat kebutuhan mendesak umat akan sebuah gereja yang layak untuk ibadah, Ghisignies dengan tekun mencari tempat yang cocok untuk mendirikan Gereja yang baru tidak jauh dari bangunan Gereja lama. Ia memberikan kesempatan kepada Dewan Gereja Katedral untuk membeli sebidang tanah bekas istana Gubernur Jenderal yang terletak di pojok barat/utara Lapangan Banteng (dulu disebut Waterlooplein) yang pada saat itu digunakan sebagai kantor oleh Departemen Pertahanan.
Umat Katolik saat itu diberi peluang emas untuk membeli bangunan megah tersebut dengan harga 20.000 gulden. Pengurus gereja berhasil bernegosiasi sehingga harga turun sebesar 10.000 gulden, dan mereka juga mendapat pinjaman dari pemerintah senilai 8.000 gulden. Pinjaman tersebut kemudian harus dilunasi dalam waktu satu tahun tanpa bunga. Hal tersebut memberikan semangat baru untuk membangun Gereja baru yang di nantikan.
Tahun 1891 – 1901
Seiring berjalan waktu, Sejarah singkat gereja Katedral yang sekarang menjadi cagar budaya di Indonesia memiliki perjuangan yang cukup panjang. Pada tahun 1890 Gereja tersebut mengalami kerusakan parah, karena perbaikan yang di lakukan tidak menyeluruh pada bangunan.
Bangunan yang sempat ambruk dengan di temukan berbagai tumpukan pasir dan kapur yang berserakan dekat sebuah pilar Gereja. Kejadian ini terjadi 3 hari setelah Gereja merayakan hari Paskah. Selang satu tahun peristiwa tersebut, Gereja mengalami renovasi besar-besaran yang membuatnya semakin megah.
Tahun 1901 – Sekarang
Renovasi Gereja Katolik pada tahun 1901 yang memakan waktu kurang lebih 10 tahun lamanya, hingga di tambah dengan abad ke-19, Gereja Katedral Jakarta mengalami periode revitalisasi dan perluasan sehingga berdiri kokoh dan megah setelah melewati berbagai hambatan pembangunannya.
Gereja ini menjadi semakin penting dalam kehidupan masyarakat Katolik di Jakarta dan sekitarnya. Kini bangunan Gereja yang berdiri di Jalan Katedral, Jakarta Pusat pada tahun 1993 dinaikkan statusnya menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintahan Indonesia.
Jika Anda berkunjung ke Gereja Katedral Anda bisa merasakan nuansa gaya berciri khas Eropa, yang di lengkapi dengan daun pintu yang menjulang tinggi dan terdapat banyak jendela di setiap bagian ruas bangunan. Disetiap jendela dihiasi dengan berbagai lukisan yang menjelaskan tentang peristiwa jalan salib yang pernah di alami oleh Yesus Kristus.
Bangunan Gereja Katedral di setiap bagian sisi samping jendela terdapat bilik-bilik yang digunakan sebagai tempat pengakuan dosa.
Nah jika kita melihat keseluruhan bangunan pada bagian depan terdapat tempat sakral yang dinamakan altar suci. Meskipun altar suci tersebut sudah berumur tua, namun meja altar tersebut masih terlihat kokoh dan digunakan dalam upacara misa.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Gereja Katedral tetap berperan dalam mempromosikan toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Hal ini terlihat pada lokasi Gereja Katedral yang berseberangan dengan Masjid Istiqlal yang menjadi sangat penting dalam mewujudkan semangat toleransi yang tinggi.
Dengan demikian, maka cagar budaya Indonesia ini patut Anda kunjungi dan mempelajari berbagai sejarah yang tertuang dalam sebuah buku yang di sediakan di ruangan perpustakaan.
FAQ
1.Gereja Katedral Aliran Apa?
Jawab : Gereja Katedral di Jakarta adalah sebuah gereja yang menganut aliran Katolik. Merupakan gereja utama Keagamaan Agung Jakarta dan merupakan salah satu gereja paling bersejarah dan penting bagi komunitas Katolik di Indonesia
2. Apa yang membuat Gereja Katedral Jakarta begitu penting dalam sejarah Indonesia?
Jawab: Gereja ini tidak hanya menjadi tempat ibadah Katolik tetapi juga menjadi simbol toleransi agama dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.