Halo teman-teman! Mari kita memasuki dunia yang memikat mitologi Tingkok. Di dalam kepercayaan Tiongkok memiliki tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah Tiongkok, sebagai sosok yang sangat di hormati dan dipuja di Tiongkok, dimana keberanian, kesetiaan, dan kepahlawanan umat Tiongkok bersatu dalam sosok panglima perang yaitu Dewa Kwan Kong. Sebagai panglima perang legendaris, ia telah diberikan status dewa setelah kematiannya.
Kisah kepahlawanannya, menjadikannya sebagai sosok yang sangat di hormati sebagai dewa perang yang melekat dalam budaya dan tradisi masyarakat Tiongkok dan pengikutnya di seluruh dunia. Ingin tahu siapa sebenarnya Dewa Kwan Kong? Mengapa beliau dihormati sebagai Panglima Perang yang legendaris? Temukan kisah inspirasi yang akan kita bahas dalam artikel ini.
Kwan Kong adalah seorang jendral terkenal dari zaman tiga negara, Kwan Kong juga dikenal sebagai Guan Yu, Guan Yu merupakan jenderal utama negara Shu Han, ia berumpah setia mengangkat saudara dengan Liu Bei dan Zheng Fei. Banyak cerita yang menggambarkan tentang Guan Yu secara berbeda-beda. Menurut catatan novel “San Guo Yan Yi” karangan Luo GuanZhong seorang sastrawan di zaman Dinasti Ming (1368-1644), menggambarkan bahwa memiliki sosok tubuh besar dengan jenggot panjang, serta bewarna merah kehitaman. Wajahnya yang bewarna merah tersebut sebab ia sempet membasuh mukanya di sebuah sungai kecil yang terdapat di pegunungan. Ketika ia melarikan diri dari Dong Guan, Shanxi.
Pelarian tersebut dikarenakan Guan Yu membunuh wedana yang merampas anak perempuan satu-satunya seorang perempuan tua untuk di jadikan gundik, Guan Yu yang tidak suka dengan perbuatan semena-mena tersebut membunuh Wedana.
Table of Contents
Kisah Sumpah Setia 3 Bersaudara di Kebun Buah Persik
Kisah Sumpah setia 3 bersaudara di kebun buah persik merupakan salah satu cerita paling menarik dan menginspirasi dalam sejarah Tiongkok. Pastinya kalian sudah tahu siapa 3 bersaudara ini! Ya, mereka adalah Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei. Kisah ini bermula pada zaman tiga negara, di mana negara-negara Wei, Shu, dan Wu bersaing untuk mendapatkan supremasi atas Tiongkok.
Dalam babak pertama sebuah peristiwa yang mengawali novel kisah tiga negara tentang kisah mereka para tokoh menjalin persahabatan. Ketiga tokoh ini yaitu, Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei bertemu saat hendak mendaftarkan diri menjadi relawan untuk menyelamatkan Dinasti Han dari pemberontakan serban kuning. Ketiga orang tersebut mempunyai cita-cita yang sama sehingga sepakat untuk bersumpah setia satu sama lainnya seperti saudara kandung, mereka saling berjanji untuk selalu berjuang bersama dalam kebaikan dan kesulitan, perjanjian tersebut di buat di sebuah taman bunga persik.
Sumpah setia ini menjadi pondasi penting dalam membentuk persahabatan dan ikatan yang kuat di antara mereka. Meskipun berbeda latar belakang. Liu Bei sebagai penguasa negara Shu, Zhang Fei merupakan prajurit bersemangat, dan Guan Yu sebagai panglima perang berbakat. Mereka menyatukan kekuatan dan menjadi saudara yang tidak terpisahkan.
Kisah sumpah ini juga menjadi landasan kuat mereka dalam medan perang yang penuh lika-liku. Selama masa perang yang sulit dan penuh tantangan, ketiganya selalu mendukung dan melindungi satu sama lain. Mereka berbagai sukacita, kesedihan, dan bahkan penderitaan bersama.
Tidak hanya dalam kesulitan, namun sumpah setia persahabatan juga membawa mereka pada kesuksesan dan prestasi yang gemilang. Bersama-sama, mereka mengalahkan berbagai musuh dan merebut wilayah yang luas untuk negara Shu. Keberanian dan keunggulan mereka menjadi inspirasi bagi pasukan dan rakyat di sekitar mereka.
Kisah sumpah setia 3 bersaudara di kebun buah persik ini telah diabadikan dalam berbagai karya sastra, Termasuk novel sejarah Tiongkok terkenal, yaitu “Romance Of The Three Kingdoms” (Sam kok) yang di tulis oleh Luo Guanzhong.
Kisah ini menjadi salah satu kisah cerita paling terkenal dan dicintai dalam budaya Tiongkok, mengajarkan tentang nilai-nilai keberanian, kesetiaan, dan persahabatan yang abadi.
Kekalahan dan Kematian Guan Yu
Kisah lainnya dalam perjuangan Guan Yu di kenal dengan julukan “pahlawan hijau” karena keberaniannya di medan perang. Namun setelah dua negara Cao Cao (negara Cao Wei) dengan Sun Quan (negara Dong Wu) mulai beraliansi untuk merebut kota Jing Zhou yang telah di kuasai oleh Guan Yu pada waktu itu, agar kembali pada kekuasaannya.
Setelah persetujuan dalam membentuk pasukan merebut Jing Zhou, Guan Yu akhirnya berhasil di jebak dan di tangkap oleh tentara Cao Cao. Meskipun Guan Yu sempat di tawari untuk berbagung dengan Cao Cao, namun Guan Yu menolak dan memilih untuk tetap setia pada sumpahnya dengan Liu Bei.
Sayangnya, keteguhan hati Guan Yu membuatnya harus menghadapi kematian tragis. Dalam peperangan besar di sungai Tiang Kang (Chang Tsiang) sebagai kisah pertempuran besar diantara tentara Cao Cao dengan Guan Yu, dalam peperangan tersebut dikatakan bahwa Cao Cao haruslah kalah berdasarkan janji yang 3 saudara yang telah di buat. Namun Cao Cao pada saat itu bersama prajurit nya yang berlutut akan pengampunan dan meminta belas kasian pada Guan Yu.
Dalam peperangan tersebut Guan Yu melakukan belas kasian pada Cao Cao dan pasukannya, namun tindakannya tersebut adalah melanggar dari apa perjanjian yang di buat bersama Liu Bei. Akibat dari pelanggaran tersebut Guan Yu di tangkap dan dibawa ke tengah perkemahan Sun Quan untuk diadili dan di hukum mati. Algojo yang akan memenggal kepalanya menjadi ketakutan ketika menatap Guan Yu. Pada saat itu tidak ada yang berani untuk melakukan eksekusi tersebut.
Karena tidak ada prajurit yang berani, akhirnya Jendral Pan Zhang pun maju, dengan mengunakan Golok Naga hijau (senjata Guan Yu) untuk memenggal kepala Guan Yu.
Guan Yu pun gugur pada tahun 219 Masehi, dalam usia 60 tahun. Kematian Guan Yu menjadi momen mengharukan bagi semua orang terutama bagi Cao Cao. Cao Cao yang memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh yang terbuat dari kayu cendana secara terhormat. Makam Guan Yu terletak di propinsi Henan, kira-kira 7 km sebelah utara kota Luoyang.
Terlihat dari kejauhan bahwa makam Guan Yu berbentuk bukit kecil yang dikelilingi dengan pohon Bai (Cypress) yang hijau. Ini melambangkan semangat Guan Yu semasa hidupnya yang tidak pernah padam dan memberikan penerang semangat bagi setiap orang secara abadi sepanjang jaman.
Dihormati Sebagai Dewa Kwan Kong
Setelah kematiannya, Guan Yu dihormati sebagai Dewa Kwan Kong. Kultus terhadapnya berkembang pesat, terutama selama Dinasti Song. Dewa Kwan Kong dianggap sebagai pelindung perang, keadilan, dan kesetiaan. Banyak kuil dan tempat pemujaan didedikasikan untuk menghormati beliau di seluruh Tiongkok.
Sebagai dewa yang memiliki peran penting dalam sejarah Tiongkok, dan di puja oleh umat Taoisme, Kongfusianisme, dan Buddhisme. Mereka percaya bahwa Dewa Kwan Kong memiliki kekuatan untuk melindungi dan memberikan keberuntungan bagi para pejuang dan pedagang. Ia juga dianggap sebagai pembawa keadilan dan pelindung orang-orang yang tertindas.
Dijuluki Sebagai Dewa Perang
Tidak hanya dihormati sebagai dewa kesetiaan, Dewa Kwan Kong juga dijuluki sebagai Dewa Perang. Gelar ini tidaklah mengherankan mengingat reputasinya sebagai seorang panglima perang yang berani dan strategis dalam medan tempur. Kepahlawanannya dan kemenangannya dalam pertempuran telah mengilhami banyak orang untuk mencari perlindungan dan bimbingannya.
Pemujaan terhadap Dewa Kwan Kong telah menyebar ke berbagai belahan dunia, terutama oleh para imigran Tiongkok yang membawa keyakinan mereka ke negara-negara lain. Dalam berbagai tradisi dan keyakinan, Dewa Kwan Kong dikenal dengan berbagai nama, tetapi inti dari penghormatannya sebagai dewa perang dan kesetiaan tetap tidak berubah.
Itu dia kisah dari tokoh legendaris yang dihormati sebagai panglima perang dalam sejarah Tiongkok. Penghormatan terhadapnya sebagai Dewa Kwan Kong terus berkembang dan menyebar di berbagai budaya dan tradisi. Makam Guan Yu menjadi tempat suci bagi para pengikutnya, yang datang untuk memberikan penghormatan dan memohon bimbingan hingga saat ini.
Semoga dengan artikel ini dapat menambah wawasan Anda tentang sejarah dewa dalam tradisi Tiongkok, yang mengajarkan kita tentang kesabaran dan keihklasan dalam perjuangan.
Sampai jumpa.