Agama-agama umumnya menegaskan larangan terhadap perzinaan sebagai bagian dari ajaran moral dan etika mereka. Namun, dalam konteks agama Buddha yang dikenal oleh non-Buddhis sebagai agama yang tidak mengenal Tuhan, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang, apakah agama Buddha melarang umatnya berzina?
Agama Buddha, dengan ajarannya yang kaya tentang moral dan etika, menjadi salah satu agama yang sering ditelusuri dalam upaya memahami pandangan agama terhadap perzinaan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami konsep zina dalam konteks agama Buddha. Dalam artikel ini, cerita berkat akan menjelaskan apakah agama Buddha melarang umatnya untuk terlibat dalam perbuatan ini, meskipun agama ini tidak memiliki konsep ketuhanan atau memiliki kepercayaan pada suatu Entitas Tuhan.
Table of Contents
Apa Pengertian Zina?
Sebelum kita melangkah lebih jauh terkait larangan agama Buddha tentang zina, pentingnya untuk memahami apa yang dimaksud dengan zina. Zina merupakan perbuatan yang hina Etimologi dari bahasa sanskerta (Hina,kurang, rusak).
Secara universal, zina merupakan perbuatan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat pernikahan atau perkawinan. Ini juga mencakup aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia, ini dikategorikan zina.
Dalam ajaran agama Buddha, perzinaan dianggap sebagai salah satu dari lima perbuatan yang sangat dilarang, bersama dengan pembunuhan, kebohongan, pencurian, dan konsumsi minuman beralkohol. Hal ini terdapat pada konsep ajaran Buddha yang dituangkan dalam pancasila Buddhis yang dikenal dengan “Sila”. Perzinaan merujuk pada hubungan seksual yang melanggar hukum atau etik, dimana melakukan hubungan intim antara wanita dan laki-laki tanpa memiliki ikatan pernikahan.
Jenis-Jenis Perzinaan
Dalam agama Buddha, terdapat beberapa jenis perzinaan yang dianggap sebagai akibat pelanggaran etika dan moral. Beberapa di antaranya meliputi:
Perbuatan zina yang secara utama berdampak negatif pada pelaku itu sendiri
pada perbuatan zina dalam jenis ini, pelaku tidak dikenakan hukuman fisik, karena tindakan ini tidak memberikan dampak negatif yang signifikan pada masyarakat atau melanggar prinsip keadilan sosial yang mempengaruhi umat Buddha lainnya.
Jenis zina ini bersifat pribadi dan tidak melibatkan pihak lain. Dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan ini lebih kepada pengaruh negatif pada diri pelaku, seperti tumbuhnya rasa meremehkan atau menganggap enteng terhadap dosa, terutama dosa-dosa yang berkaitan dengan moralitas seksual. Contohnya, zina mata, zina telinga, dan zina tangan.
Walaupun demikian perbuatan tersebut tetap merupakan dosa, karena menimbulkan rasa malu jika diketahui orang lain.
Perbuatan zina yang sudah melibatkan pihak lain atau memiliki pasangan, tetapi tidak berdampak langsung.
Perbuatan zina jenis ini tidak memiliki dampak langsung merugikan atau mengabaikan orang lain. Perbuatan ini hanya merugikan pelaku sendiri sehingga tidak mengganggu ketenangan masyarakat secara langsung.
Seperti dalam kasus homoseksualitas, lesbian, zina dengan binatang, dan sejenisnya.
Perbuatan zina yang berdampak negatif bagi pelaku dan semua orang
Perbuatan zina jenis ini yang secara utama berdampak negatif pada orang lain atau masyarakat, tetapi juga merusak diri pelakunya sendiri.
Apakah Agama Buddha Melarang Umatnya Berzina?
Dalam konteks perzinaan, agama Buddha juga memiliki pandangan yang jelas. Meskipun tidak ada Tuhan yang memberikan larangan, ajaran Buddha memandang perzinaan sebagai pelanggaran terhadap prinsip moral dan etika.
Dalam ajaran Buddha Gautama yang merupakan salah satu ajaran inti dalam agama Buddha, terdapat prinsip -prinsip etika, salah satunya adalah “Samma Kammanta,” yang berarti “tindakan yang benar. Tindakan inilah yang menjadi dasar pancasila Buddha sebagai tindakan yang sesuai dengan etika dan moral yang tinggi.
Dalam hal perzinaan, Buddha mengajarkan pentingnya menjaga kemurnian pikiran dan perilaku seksual yang bertanggung jawab. Perzinaan dianggap sebagai tindakan yang melibatkan nafsu dan keinginan yang tidak terkendali, yang dapat menyebabkan penderitaan dan tidak bahagia dalam kehidupan mencapai pencerahan.
Dari artikel di atas kita telah menemukan jawaban dari Apakah agama Buddha melarang umatnya berzina. Dalam agama ini, perzinaan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan ajaran moral dan etika Buddha. Buddha mengajarkan pentingnya menjaga kemurnian pikiran dan perilaku seksual yang bertanggung jawab.
Kebahagiaan yang diharapkan oleh sebuah rumah tangga adalah kebahagiaan lahir dan batin, dengan adanya Sila sebagai peraturan etika bagi setiap orang terutama bagi seseorang yang telah memilih untuk berumah tangga sangat perlu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, sebagai umat Buddha kita diharapkan untuk menjalankan kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang tinggi.
Semoga semua makhluk hidup, tanpa terkecuali, senantiasa menjalani kehidupan yang penuh kebahagiaan dan terhindar dari segala penderitaan.
Sabbe satta bhavantu sukhitata..Sadhu 3x.