5 Bentuk Larangan Bulan Safar yang Perlu Diketahui Umat Islam

Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriyah yang sering kali dikaitkan dengan berbagai mitos dan kepercayaan kuno di tengah masyarakat. Salah satu yang paling mencuat adalah larangan bulan Safar, yang diyakini sebagian orang sebagai bulan penuh kesialan. Padahal, dalam Islam, keyakinan semacam ini memiliki penjelasan yang lebih proporsional dan perlu diluruskan.

Membahas larangan bulan Safar menjadi penting karena masih banyak umat Islam yang terpengaruh oleh pandangan keliru tentang bulan ini. Artikel ini akan mengupas tuntas bentuk-bentuk larangan yang berkaitan dengan bulan Safar, pandangan Islam terhadapnya, serta bagaimana umat Muslim sebaiknya menyikapinya.

Pemahaman yang benar diharapkan dapat memutus rantai kepercayaan tak berdasar dan menguatkan iman yang bersandar pada ajaran syar’i.

Mengapa Bulan Safar Dianggap Istimewa?

Bulan Safar seringkali dianggap memiliki keunikan tersendiri karena dalam sejarah masyarakat jahiliyah, bulan ini kerap dipenuhi ketakutan akan datangnya musibah. Banyak tradisi dan budaya lokal yang menjadikan bulan ini sebagai waktu yang perlu diwaspadai, bahkan ditinggalkan dari aktivitas penting.

Namun dalam Islam, setiap bulan adalah sama nilainya di hadapan Allah, kecuali yang memang telah ditetapkan secara khusus dalam Al-Qur’an dan hadis. Bulan Safar tidak termasuk dalam daftar bulan haram yang disebut dalam Al-Qur’an. Maka, tidak ada alasan kuat secara syar’i untuk memperlakukan bulan Safar dengan rasa takut atau kecemasan berlebihan.

Asal-Usul Keyakinan Larangan Bulan Safar

Kepercayaan terhadap larangan bulan Safar berasal dari warisan budaya masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam. Pada masa itu, mereka percaya bahwa bulan ini menjadi saat berkumpulnya penyakit, musibah, hingga gangguan jin, sehingga perlu dihindari.

Kepercayaan ini kemudian diwariskan secara turun-temurun di sejumlah kalangan masyarakat Muslim, tanpa pembeda antara budaya dan agama.

Ajaran Islam kemudian datang untuk meluruskan pandangan ini. Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada kesialan yang datang dari bulan tertentu. Hadis sahih menyebutkan, “Tidak ada penyakit menular dengan sendirinya, tidak ada thiyarah (merasa sial karena tanda-tanda tertentu), tidak ada burung hantu yang membawa kesialan, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar” (HR. Bukhari dan Muslim).

5 Bentuk Larangan Bulan Safar yang Banyak Dipercaya

Kepercayaan terhadap larangan bulan Safar masih hidup di sebagian kalangan masyarakat Muslim. Namun penting dicatat bahwa larangan-larangan ini tidak berasal dari ajaran Islam yang sahih, melainkan dari tradisi dan mitos lokal. Berikut beberapa bentuk larangan bulan Safar yang sering dijumpai:

1. Larangan Menikah di Bulan Safar

Salah satu larangan bulan Safar yang paling populer di masyarakat adalah larangan untuk menikah. Banyak yang menghindari menggelar pernikahan pada bulan ini karena diyakini bisa membawa kesialan atau rumah tangga yang tidak langgeng.

Pandangan ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak ada satu pun dalil shahih yang melarang pernikahan di bulan Safar. Rasulullah SAW sendiri menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib tanpa mempertimbangkan bulan sebagai faktor pantangan. Maka, larangan menikah di bulan Safar lebih merupakan mitos daripada ajaran agama.

2. Larangan Bepergian Jauh

Sebagian masyarakat juga mempercayai bahwa bepergian jauh di bulan Safar adalah pantangan karena bisa mendatangkan musibah atau kecelakaan. Hal ini membuat banyak orang menunda perjalanan penting, seperti ibadah umrah, mudik, atau urusan bisnis.

Baca juga :  Wajib Tahu! 8 Ringkasan Tentang Sejarah Gereja Katolik

Padahal, kepercayaan semacam ini termasuk dalam kategori thiyarah atau merasa sial karena waktu atau peristiwa tertentu, yang dilarang dalam Islam. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa tiada kesialan yang datang dari bulan tertentu, termasuk bulan Safar. Maka, larangan ini jelas tidak memiliki dasar syar’i.

3. Melarang Mengadakan Acara Besar

Acara-acara besar seperti aqiqah, khitanan, bahkan syukuran rumah baru sering kali dihindari pada bulan Safar. Masyarakat khawatir acara tersebut bisa membawa bala jika dilakukan di bulan ini.

Keyakinan ini sekali lagi bertolak belakang dengan prinsip tauhid, karena menganggap bahwa waktu tertentu memiliki kekuatan sendiri dalam menentukan nasib. Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah SWT, bukan karena bulan atau hari tertentu.

4. Ritual Tolak Bala Khusus Bulan Safar

Sebagian masyarakat masih melakukan ritual khusus untuk menolak bala di bulan Safar, seperti mandi kembang, mengalirkan air ke jalan, atau melakukan doa-doa tertentu yang dianggap ampuh menangkal musibah bulan ini.

Meskipun doa adalah bagian penting dalam Islam, pelaksanaannya harus sesuai dengan ajaran yang benar. Islam memang mengajarkan berdoa untuk perlindungan, termasuk di bulan Safar, tetapi tidak melalui ritual-ritual yang tidak berdasar dalil. Untuk referensi amalan yang benar, Anda bisa merujuk pada doa tolak bala bulan safar yang disusun berdasarkan ajaran syar’i dan sumber terpercaya.

5. Meyakini Safar sebagai Bulan Musibah

Larangan bulan Safar secara umum muncul dari kepercayaan bahwa bulan ini penuh dengan musibah. Kepercayaan ini muncul dari hadis-hadis palsu dan mitos masyarakat jahiliyah yang kemudian diwariskan tanpa penyaringan kritis.

Islam menolak semua bentuk tathayyur, yaitu merasa sial karena hal-hal tertentu. Rasulullah SAW dengan tegas membantah anggapan bahwa Safar membawa kesialan. Justru, setiap waktu adalah ciptaan Allah yang tidak bisa diberi label buruk oleh manusia tanpa alasan yang benar.

Larangan Ini Tidak Bersifat Mutlak

Penting untuk digarisbawahi bahwa bentuk-bentuk larangan bulan Safar yang telah dijelaskan sebelumnya tidak bersifat mutlak. Larangan ini tidak berasal dari dalil yang sahih dalam Islam, melainkan dari kepercayaan sejumlah orang yang terwarisi secara turun-temurun.

Dalam Islam, segala bentuk ibadah, keyakinan, dan tindakan harus memiliki dasar syar’i. Bila suatu larangan tidak memiliki dalil dari Al-Qur’an maupun hadis, maka larangan tersebut tidak wajib diikuti. Maka dari itu, umat Islam perlu menyikapi larangan bulan Safar secara bijak dan tidak terjebak dalam kekhawatiran tanpa dasar.

Kesimpulan

Larangan bulan Safar yang tersebar di masyarakat lebih banyak berakar pada mitos dan tradisi kuno daripada ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadis. Menikah, bepergian, mengadakan acara, dan aktivitas lainnya di bulan Safar tidaklah dilarang secara syariat. Bahkan, menyandarkan kesialan pada bulan Safar bisa masuk dalam kategori syirik kecil karena bertentangan dengan prinsip tauhid.

Islam adalah agama yang mengajarkan optimisme dan tawakkal kepada Allah. Keyakinan akan larangan bulan Safar hanya akan melemahkan iman dan menghidupkan kembali tradisi jahiliyah. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk menyikapi bulan Safar seperti bulan-bulan lainnya, dengan semangat beribadah, memperbanyak doa, dan beramal saleh, bukan dengan ketakutan tak berdasar.

FAQ

1. Apakah benar bulan Safar adalah bulan sial?
Tidak benar. Islam tidak mengajarkan bahwa ada bulan yang membawa kesialan, termasuk bulan Safar.

2. Bolehkah menikah di bulan Safar?
Boleh. Tidak ada larangan syar’i dalam Islam untuk menikah di bulan Safar.

3. Apa hukumnya ritual tolak bala bulan Safar?
Jika ritual tersebut tidak berdasar dalil, maka hukumnya bid’ah dan sebaiknya dihindari.

4. Kenapa banyak orang takut melakukan acara besar di bulan Safar?
Karena masih terpengaruh mitos dan tradisi kuno, bukan ajaran agama.

5. Bagaimana cara menyikapi bulan Safar dengan benar?
Dengan memperbanyak doa, tawakkal kepada Allah, dan menghindari kepercayaan tak berdasar.

Rachmat Razi

Writer

Rachmat Razi adalah seorang SEO content writer yang suka menulis dan membahas berbagai hal, serta berdedikasi dalam mengoptimalkan situs web untuk mesin pencari.

Explore Topics

About Us

ceritaberkat.com adalah blog yang berisi tentang informasi-informasi manfaat kebaikan dan moto kehidupan yang dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk di terapkan sehari-hari.

© 2025 Cerita Berkat. All Rights Reserved.