Table of Contents
Ansory Siregar Meminta Presiden dan Menteri Kesehatan Mencabut PP Nomor 28 Tahun 2024
Pendahuluan
Ansory Siregar, Anggota Komisi IX DPR RI, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengundang perhatian publik. Ia meminta Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Menurutnya, ada substansi dalam pasal tertentu di PP tersebut yang dinilai kontroversial dan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.
Dalam pernyataan tertulis yang dirilis pada Senin (12/8/2024), Ansory mengungkapkan kekhawatirannya terkait Pasal 103 Ayat 4 yang menyebutkan bahwa pemerintah akan memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi pada remaja usia sekolah. Menurutnya, kebijakan ini bisa membuka ruang bagi perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama dan nilai luhur masyarakat.
Kekhawatiran Terhadap Pasal 103 Ayat 4
Penjelasan Ansory Siregar
Ansory menegaskan bahwa Presiden dan Menteri Kesehatan seharusnya tidak mengakhiri masa jabatan mereka dengan kebijakan yang dianggapnya membuka peluang bagi generasi muda untuk melakukan perzinaan. Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut berpotensi mendorong perzinaan dan meresahkan masyarakat.
Menurut Ansory, kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 98 dalam PP yang sama, di mana disebutkan bahwa upaya kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama. Ia menilai bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja usia sekolah tidak sesuai dengan semangat tersebut.
Tanggapan Terhadap Pernyataan Menteri Kesehatan
Menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan yang mengatakan bahwa pasal tersebut ditujukan untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah, Ansory menyebut penjelasan itu tidak masuk akal. Ia menantang Menteri Kesehatan untuk menunjukkan satu pasal dalam UU Kesehatan maupun PP Kesehatan yang menegaskan bahwa aturan penyediaan alat kontrasepsi ini khusus untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah.
Ia menilai bahwa tidak ada satu pun pasal yang secara tegas menyatakan bahwa alat kontrasepsi bisa disediakan pemerintah untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pemerintah seolah-olah bersikap permisif dengan membuka ruang bagi anak usia sekolah untuk melakukan hubungan di luar pernikahan.
Implikasi Kebijakan Terhadap Masyarakat
Potensi Kerusakan Sosial
Kebijakan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja usia sekolah dinilai Ansory dapat menimbulkan kerusakan sosial. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan orang tua, tetapi juga berpotensi meningkatkan angka kehamilan di luar nikah dan perzinaan di kalangan remaja.
Beberapa poin yang menjadi perhatian utama adalah:
– Meningkatkan Angka Kehamilan di Luar Nikah: Penyediaan alat kontrasepsi bisa dianggap sebagai izin untuk melakukan hubungan seksual, yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka kehamilan di luar nikah.
– Kerusakan Nilai Moral: Kebijakan ini dapat dianggap merusak nilai moral dan norma agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
– Keresahan Orang Tua: Orang tua mungkin merasa khawatir dan tidak nyaman dengan kebijakan ini, yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Perspektif Nilai Agama
Ansory juga menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai agama dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Menurutnya, kebijakan yang tidak mempertimbangkan nilai agama bisa dianggap merendahkan martabat manusia. Ia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama, sehingga setiap kebijakan harus sesuai dengan norma dan nilai agama yang dijunjung tinggi.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah
Penutupan Masa Jabatan dengan Su’ul Khotimah
Dalam pernyataannya, Ansory Siregar menyebut bahwa dengan adanya PP Nomor 28 Tahun 2024 ini, pemerintahan saat ini telah mengakhiri masa jabatannya dengan Su’ul Khotimah, yang berarti akhir yang buruk. Pernyataan ini menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kebijakan tersebut dan mengindikasikan bahwa pemerintahan saat ini dianggap gagal menjaga nilai-nilai moral dan agama di akhir masa jabatannya.
Seruan untuk Mencabut Kebijakan
Ansory secara tegas meminta Presiden dan Menteri Kesehatan untuk segera mencabut PP Nomor 28 Tahun 2024. Ia berharap bahwa kebijakan yang kontroversial ini tidak akan diterapkan dan digantikan dengan kebijakan yang lebih sesuai dengan nilai luhur dan norma agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
FAQ
Apa yang menjadi kekhawatiran utama Ansory Siregar terhadap PP Nomor 28 Tahun 2024?
– Kekhawatiran utama Ansory Siregar adalah bahwa kebijakan ini membuka ruang bagi perilaku perzinaan di kalangan remaja usia sekolah dan bertentangan dengan nilai luhur serta norma agama.
Apakah ada pasal dalam UU Kesehatan yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah?
– Menurut Ansory Siregar, tidak ada satu pun pasal dalam UU Kesehatan maupun PP Kesehatan yang secara tegas menyatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi khusus untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah.
Bagaimana tanggapan Menteri Kesehatan terhadap kritik ini?
– Menteri Kesehatan sempat menjelaskan bahwa pasal tersebut khusus ditujukan untuk remaja usia sekolah yang sudah menikah, namun penjelasan ini dianggap tidak masuk akal oleh Ansory Siregar.
Apa dampak kebijakan ini terhadap masyarakat?
– Kebijakan ini dapat menimbulkan keresahan di kalangan orang tua, meningkatkan angka kehamilan di luar nikah, dan merusak nilai moral serta norma agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Mengapa Ansory Siregar menyebut bahwa pemerintahan saat ini mengakhiri masa jabatannya dengan Su’ul Khotimah?
– Ansory Siregar menyebut demikian karena ia menilai kebijakan ini sebagai akhir yang buruk bagi pemerintahan saat ini, yang dianggap gagal menjaga nilai-nilai moral dan agama di akhir masa jabatannya.
Kesimpulan
Ansory Siregar, Anggota Komisi IX DPR RI, telah secara tegas meminta Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mencabut PP Nomor 28 Tahun 2024. Menurutnya, kebijakan ini bertentangan dengan nilai luhur dan norma agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Ia menekankan bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan keresahan di kalangan orang tua, meningkatkan angka kehamilan di luar nikah, dan merusak nilai moral. Oleh karena itu, ia berharap bahwa kebijakan ini segera dicabut dan digantikan dengan kebijakan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa.